Digital Invitation, anyone?
>> Kamis, 17 Januari 2013
Di jaman modern ini, semua serba digital. Pesan singkat, buku digital, kopdar digital via skype, sampai segala rupa undangan via digital. Ngomong-ngomong soal undangan, seringkali saya mendapat undangan pernikahan lewat facebook. Ada yang memang custom invitation, alias ybs tidak mengundang semua teman di “friendlist” nya, sampai dengan seseorang yang mengundang semua temannya yang lebih dari 1000 orang. Apa dia serius mengundang atau cuma woro-woro saja? Yang lebih membingungkan mungkin undangan yang datangnya bukan dari teman dekat, alias kenalan selewat yang kebetulan jadi friend di fb. Kalau udah gitu, saya jadi bingung mau accept invitation atau decline, atau maybe? Tapi kadang saya memilih golput saja. Pura-pura tak melihat undangan random itu. Memang kejam, tapi lebih kejam lagi kalau ternyata doi “tidak sadar” saya ikut terundang. Seminggu lalu saya mendapat undangan, dari mantan jaman SMP, ehem. Cinta monyet itu sudah melewati dasawarsa, hanya saya penasaran apa dia benar-benar mengundang atau tak sengaja mengundang? Saya cek, dia mengundang sekitar 500 teman, dan friendlist nya berjumlah lebih dari 1000. Ok, mungkin rada selektif, tapi tetap, jumlah itu sangat banyak jika memang semua temannya datang, plus saudaranya, plus undangan dari pihak calon pasangannya. Jadi teringat saat menjelang pernikahanku 3 tahun yang lalu. Soal catering, make-up, rias, saya cenderung cuek dan menyerahkan segalanya pada ibu. Namun giliran menyeleksi undangan, bingungnya minta ampun. Karena terbatasnya kapasitas gedung, otomatis jumlah undanganpun harus dibatasi. Tapi, teman saya kan banyaaaaak. Saudara pun satu miliar jumlahnya. Jika satu diundang, maka yang lainnya harus diundang dengan alas an etika ber-relationship. Pada akhirnya saya bingung, dan sampai sekarang juga masih merasa bersalah atas beberapa pihak yang tidak diundang. Tapi ya sudah lah, mungkin kami akan mengadakan syukuran resepsi lagi dan mengundang lebih banyak handai tolan :D Mungkin, saya terlalu konvensional, lebih memilih sesuatu yang terasa dengan indra peraba. Buku, kertas undangan, surat cinta, dan catatan kecil contekan. Sepertinya, saya orang yang tersesat di masa depan. Sya tau bagaimana cara menghargai preferensi seseorang. Saya lagi tidak di Bandung. Akhirnya, saya memilih tombol “decline”. Premis yang logis.
0 komentar:
Posting Komentar