Cek Semangat Nasionalisme

>> Kamis, 15 Mei 2008

Kebangkitan Nasional, dua kata ini seringkali berhenti begitu saja tanpa ada yang mengetahui sejarah dan makna dibalik kejadian tersebut. Selebihnya, cukup sampai dengan isu semangat nasionalisme saja sebagai tambahan satu kata. Saat ini, muda mudi - aki nini tengah dihangatkan dengan isu seabad kebangkitan nasional. Seabad berarti 2008 - 100 = 1908. Nahhh.. tepat di tahun 1908 tanggal 20 mei, jam 9 pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, beberapa mahasiswa yang bernama Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman (ejaan "oe" is in d'house yow), tengah asyik kongkow-kongkow sambil membicarakan nasib bangsa yang selalu dianggap bodoh dan tidak bermatabat oleh bangsa lain (Belanda), mereka berdiskusi mengenai cara memperbaiki keadaan yang sangat tidak adil itu. Obrolan-obrolan "ringan" itulah yang melatarbelakangi gerakan-gerakan nasionalisme untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.


Flashback ke periode sebelum kebangkitan nasional, dua tokoh bernama Pieter Brooshooft dan C.Van Deventer berhasil membuka sedikit mata pemerintahan kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang. Dua bapak yang sama-sama memiliki kumis baplank ini dikenal karena berhasil mensosialisasikan apa yang dinamakan dengan politik etis, sebuah politik balas budi dari pihak kolonial kepada pribumi dengan cara memperhatikan nasib pribumi tersebut. Eitttt jangan lupa, politik etis sendiri merupakan gagasan dari Ratu Wilhelmina yang rupawati dan menawati (waktu mudanya). Beliau menegaskan kebijakan politik etis pada kesempatan pidato pembukaan parleman Belanda, yang akhirnya terangkum pada program Trias Politika. ada yang tahu isinya?


Hak kebebasan (kebebasan yang wajar tentunya), kemerdekaan, keadilan bagi warga negara Indonesia dengan susah payah diperjuangkan oleh tokoh-tokoh yang tentunya tidak saya hafal nama-namanya. Sebagai selingan, Eduard Dowes Dekker alias Multatuli, merupakan salah satu contoh tokoh yang berhasil menceritakan kondisi kehidupan tanam paksa lewat buku kondangnnya, Max Havelaar. Berkat karyanya tersebut, banyak tokoh yang terisnpirasi untuk bangkit dari keterpurukan kolonialisme.

Betapa banyak orang-orang yang memperjuangkan hak asasi manusia, baik itu warga negara asing maupun warga negara Indonesia sendiri. Sangat banyak orang yang menggaungkan semangat nasionalisme. Resapi makna dari sejarah dan usaha tokoh-tokoh di dalam momen kebangkitan nasional, niscaya rasa Nasionalisme sesungguhnya akan bertambah walau pelan tapi pasti. (Nisa, 3:51WIB).

shout SEMANGAT!!! instead of CHAiYOOO!! (*nasionalisme :p)


Read More.. Read more...

Masih Adakah Bibrax?

>> Jumat, 02 Mei 2008

Nada dering hp memanggilku untuk mengecek siapa gerangan yang menelpon disaat saya memang ingin ditelpon?? jawaban dari layar hp menyuratkan "Bu Harastoeti". Owh dosen pembimbing skripsiku ternyata... Perasaan dan harapanku saat itu mengatakan beliau bersedia untuk me-review detail draft final skripsiku --yang telah kubuat dengan cinta dan pengorbanan, dengan harap dan keputusasaan (maksutt??)-- namun sekaligus perasaan waswas, jangan-jangan bundel tulisanku itu dianulir karena ke-sok-tauan ku dalam menganalisis bangunan konservasi.

"Nisa dimana?", Bu Harastoeti membuka omongan dengan nada dasar do=fis.
"Masih di kampus bu" jawabku sambil menjauh dari kehirukpikukan pertarungan gosip teman-temanku ;p
"Nisa ke ruang ibu sebentar yah" nada manisnya agak melegakanku.

Surprise punya surprise, ternyata Bu Harastoeti menyuruhku untuk membaca sepucuk email* dari rekannya. Di dalamnya tertulis:

From: O. de Wiljes
To: francda@bdg.centrin.net.id
Cc: gestion@wilmont.net ; Wiljes, Mme C. de
Sent: Monday, April 28, 2008 3:18 AM
Subject: memeberikan foto

Saudara yang ter hormat...sesuda pelayaran ke Jawa Juli 2007 dengan keluarga saja menulis kronik dalam Bahasa Belanda disini memesukan. Buat versi Bahasa Prantjies saya mencari foto di rumah 'Bibrax', Jl Setiabudi kira-kira km 8, 2km kiri di atas di Isola. Ini rumah membuat dari paman saya. Keluarga De Bièvre tingal didalam 1948-50 memberi namanya 'Bibrax' (Bahasa Latin buat 'bièvre/bever). Arsitektur ini rumah menyerupai rumah disini (rumah An Eng Kan, Bandung) :


Mencari juga foto dari gedung kota baru (gedung kabupaten?) di Surabaya 15 (?) lantai di bawah di Tunjugan, bagus betul.
Cukup ini !
Selamat malam,
O. de Wiljes
Paris/Loir-et-Cher
France

*email langsung di copy paste, dari laptop Bu Tuti - Flashdisk saya - Laptop saya

Adalah seorang Belanda yang mempunyai rasa keingintahuan dan kepedulian atas benda cagar budaya milik bangsa LAIN. (baca: Indonesia, Bandung). Pada benakku saat itu muncul 4 (empat) kekaguman:
  1. Beliau berhasil menyusun paragraf dengan bahasa Indonesia. Walaupun masih terlihat kata2 dengan edjaan djaman doeloe, pola kalimat yang agak absurd, dan waktu penyusunan surat elektronik yang terbilang lama; Juli 2007 - Mei 2008, hehe, anyway salut untuk usahanya!
  2. Beliau sangat peduli terhadap bangunan warisan "bersejarah". Hal ini membuatku agak sedikit minder. Bangunan warisan bersejarah yang kini menjadi perhatianku mungkinkah hanya sesaat? hanya keperluan akademikku? kalo gitu, apa ini yang dinamakan dengan "Habis manis sepah di................. telen aja siy kalo gueh mah"
  3. (baca no2 sekali lagi), dan letak bangunan tersebut bukan di negaranya. Sungguh kukagum...
  4. Beliau berhasil membuatku kagum akan dirinya.
Mungkin ini merupakan keironisan sugro bilamana orang-orang asli Bandung banyak yang tidak mengetahui bangunan tersebut. Dan mungkin inilah keironisan qubro bilamana bangunan yang beliau maksudkan sudah digantikan dengan bangunan lain, yang menghapus jejak si Bibrax tersebut. Sebagai informasi untuk khalayak pembaca blog, ditinjau dari sisi umur dan gaya arsitektur, bangunan tersebut sudah memenuhi keriteria bangunan yang wajib dilestarikan. Bila benda ini hilang, maka, hukum berbicara.. (mujah-mujahan hukum yang mengatul hal ini bica bicala secala lancal..)

Sebagai referensi dan intermeso, coba kita perhatikan bangunan de Vries (samping Hotel Homann / persimpangan Braga - Asia Afrika). Bangunan yang akhirnya mengalami perbaikan ini terlihat lebih indah. Lebih romantis.. walaupun (pasti ada walaupun) toh yang mengalami perbaikan hanya dinding luarnya saja.. kalo dianalogikan secara medis mah, inilah yang dinamakan facelift. muka Dian Sastro, tapi umur setara alm Soeharto. dinding luar bangunan dipermak ulang, tapi ruang dalam jadi sarang kunang2 (ehm maksa)...

Kembali ke topik utama, pesan Bu Harastoeti adalah memohon kepada si peduli yang menemukan bangunan untuk menginformasikan keberadaan dan kondisi bangunan ini.. hehe.. ("laksanakan bu!"). Mudah-mudahan nilai moral yang terkandung dalam postingan ini bisa membuka pikiran kita semua akan pentingnya kelestarian bangunan cagar budaya yang merupakan aset kota yang penting..


---"Kota tanpa bangunan lamanya, bagaikan manusia tanpa ingatan" (Eko Budihardjo) ---


Read More.. Read more...

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP