Iseng dulu

>> Rabu, 25 Agustus 2010

Yak saudara-saudara, kini saya resmi menjadi mahasiswa (lagi). Sudah lama saya tidak merasakan sensasi ini.. sensasi pusing karena banyaknya gagasan tapi entah harus dimulai darimana. Ini bukan semata-mata kesalahan saya lho, tapi salahkan saya tugas kampus yang abstrak dan bebas. Ditambah lagi objek penelitian menyangkut kawasan besar (4 municipality), dan baru sekali survey, dan lagi pada waktu itu saya ketiduran dalam bus sehingga tidak mendengar penjelasan dari si “guide” secara komplit.

Yasudahlah..

Mending ngalor ngidul yuk..

Hayuk..

Bahas poto2 karya sang master aja ya..

Iya..

Baiklah, berikut ini adalah teman-teman saya yang tidak bisa ngomong atau ketawa:

– Halo, aku teman Nisa yang unik lho. Oiya sebelumnya, semua pasti tahu versi asli dari judul buku ini; Rich Dad, Poor Dad karya Robert. T. Kiyosaki. Tapi aku, beda. Tapi jangan tergiur dulu membaca dan menjamah aku, karena aku ini hanya buku catatan. Harapan aku untuk Nisa saat dia sedang mencatat kuliah adalah memotivasi dirinya untuk kaya, dan kamu miskin (?)

– Aku adalah buku teori yang agak membosankan (kata bule), dan sangat membosankan (kata Nisa). Terbukti nasibku bermalam di kamar Nisa hanya bisa dihitung jam. Sungguh mengenaskan. Aku belum sempat akrab sama Nisa, dia malah mencampakkan aku. Disini aku mau bocorin rahasia ya, dikamarnya suka tergantung barang2 “terlarang”. Bentuknya rada segitiga gitu..

– Kami diculik secara masal dari habitat asal, rak buku. Entah kenapa Nisa tertarik membawa kami padahal kami berat lho. Sesampainya kami di kamar Nisa, dia kecewa karena kami tidak banyak memberi secercah harapan untuk membuat tugasnya. Kamipun diancam dikembalikan ke perpus. Tapi ancaman Nisa adalah suatu kebahagiaan untuk kami, dan kami sudah tidak sabar untuk dikembalikan ke habitat asal. Yippee besok kami pulanggg..

– Baru kali ini kami difoto sama orang bukan bule. Bule juga ga pernah mengambil gambar kami denk. Tapi kami merasa tersanjung, karena orang yang foto membisikkan bahwa kami mirip artis Negara asalnya. Disisi lain kami heran juga sama artis yang ia sebutkan. Apa artis itu juga tukang cuci ya?

– Aku senang sekali saat berkenalan dengan Nisa. Karena kami sama-sama produk impor dari asia. Pertama-tama si Nisa ngomong basa Inggeris gitu, tapi aku tidak mengerti. Akhirnya dia sadar bahwa aku juga sama sepertinya. Kami jadi cepat akrab, aku sayang sekali pada Nisa. Tapi suatu kali dengan kejamnya dia merebus aku, entah apa salahku. akibatnya aku sekarang sudah almarhum..

– Sepertinya akulah yang paling lama bertahan. Nisa meminum aku sedikit-sedikit. Kayanya dia tidak tega melihat aku dehidrasi. Aku sempat bertanya kenapa aku diistimewakan di kamarnya. Dia pun menjawab dengan pantun yang rima-nya sungguh kacau; “Di Oslo ada Solo, di Solo belum tentu ada Oslo”

– Nisa bilang akulah barang yang paling fungsional. Karena sering dipakai, wujudku sudah agak penyok-penyok akibat terjatuh. Setiap ke wc, Nisa selalu mengikut setakan aku. Memang, wc disini tidak ada gayung ataupun jetwasher. Yang ada hanya segulungan tissue, kloset, dan sikat wc. Walaupun aku barang “wc” tapi aku punya martabat dan harga diri tinggi. Buktinya, aku disandingkan dengan kecap.

– Perkenalkan, kami teman2 Nisa di asrama. Nisa itu orangnya kecil, dan suka masak. Entah kere atau pengen hidup sehat, Nisa jarang sekali jajan diluar. Dia itu doyan masak sop, capcay, ato hal-hal yang berbau ayam. Tapi kami suka bête kalau Nisa sudah coba-coba resep baru, karena dapur jadi bau bawang. Tapi gapapa sih, kasian dia, udah mah lagi hamil, suami jauh, sekolah, kecil pula (eh main fisik aja nih). Selain itu, nisa juga suka mandi 2x sehari. Hebat deh dingin-dingin tetep mandi. Tapi belakangan kami coba perhatikan pola mandinya, dan sepertinya dia mengurangi frekuensi mandi. Anyway, Good luck aja ya buat Nisa..

– Aku adalah mesin yang paling dieksploitasi oleh Nisa. Mulai dari download, video call, ngetik, sampai streaming tivi. Hal yang melelahkan adalah saat streaming cinta fitri, aku berasa jadi bodoh karena nonton miska dan fitri berantem.

*gambar rice cooker*

– Sebelumnya minta maaf karena fotoku ga dipampang disini karena aku sedikit pemalu. Anyway, aku adalah mesin kedua yang paling sering dieksploitasi. Tetangga sebelah sampai iba melihatku bekerja. Dia sempat ingin menyelamatkan aku dengan cara melarikanku ke kamar sebelah. Tapi Nisa tahu akal bulus itu dan iapun menggagalkan semua rencana mulia itu. Sampai kini, aku masih tetap bekerja.. dan berdoa agar cepat tewas saja.

– Aku adalah punggung Chris. Orang-orang yang bertemu Chris jarang sekali melihatku, kecuali Nisa. Pertamanya sih cuma curi-curi pandang, tapi lama kelamaan kok jadi sering menatap aku ya? Aku sempat hampir memergoki Nisa akan mengupil, tapi hal itu tidak jadi dilakukan karena asisten dosennya keburu datang.

– Aku adalah salah satu koleksi gambar Nisa. Walaupun jarang dilihat dan selalu disimpan, tapi aku selalu tau apa yang Nisa lakukan dan rasakan. Mungkin dia lupa akan keberadaanku, atau mungkin dia sengaja menyimpannya di file komputer terdalam dan berusaha melupakan aku walaupun sulit baginya untuk itu. Ih kok jadi alay gini.. Aku memang berbeda dari barang lainnya, karena aku tak pernah digunakan. Hanya untuk diingat saja sepertinya..

Read More.. Read more...

Oslo I'm in queue

>> Selasa, 10 Agustus 2010

Belum banyak pengalaman yang didapat semenjak kaki ini berdiri di aspal Oslo, karena saya dan suami baru tiba disini minggu lalu. Tapi ada beberapa kejadian yang tak akan terlupakan semenjak kedatangan di negara makmur ini. Begini ceritanya, sebelum tinggal di asrama Sogn, saya harus ambil kunci asrama di Kringsjå. Kondisi kaki yang bengkak karena duduk lama di pesawat, menjelma menjadi varises karena harus berjalan cukup jauh untuk mencapai Kringsjå. Dua koper besar dengan berat lebih dari 25kg, koper kabin, dan dua tas ransel turut menguji kekuatan fisik dan kesabaran kami. Sesampainya disana, antrian panjang mahasiswa yang senasib menyambut orang melayu ini. Nomor antrian 137 sama sekali tidak menghibur karena pada saat itu, nomor yang dipanggil adalah 60. Dengan manisnya kami duduk menunggu, menunggu, dan menunggu, sampai akhirnya suami beranjak ke minimarket untuk membeli sekantong beras thailand. Harap maklum, orang frustasi seringkali bertindak diluar kelaziman manusia lainnya.

Oke, kunci sudah ditangan, namun tantangan lain masih menghadang. Perjalanan dari kringsjå ke Sogn masih jauh. Sebenarnya kami bisa menggunakan bus, namun untuk mencapai bus stop sepertinya agak ribet. Mengendarai taksi adalah pilihan yang menggiurkan, tapi itu sama saja dengan menyerahkan harta kita ke rampok, dengan kata lain; ongkosnya mahal. Akhirnya kami menempuh sisa perjalanan dengan ditopang dua kaki yang mati rasa. Hamil bukan halangan untuk mendorong koper besar. Dengan penuh semangat kekhawatiran akan si bayi, sayapun mendorong koper dengan anggun seperti bekicot.

Saat suami pergi ke kota Stavanger, kampus dan asramanya, tempat yang berbeda dengan asrama dan sekolah saya, kini seluruh urusan harus saya tanggung sendiri. Mulai dari urusan lapor polisi, lapor KBRI, survey lokasi sekolah, dan yang paling berat; membaca peta dan mempelajari trayek transportasi umum. Misi pertama wanita pejuang tunggal ini adalah pergi ke kantor polisi dan cttn sipil untuk memperoleh Norwegian ID. Namun alamak tobat, antrian kntr polisi tak kalah kejamnya dengan antrian tempo hari. Nomor yang kudapat adalah 88 sedangkan org dengan nomor urut 20 baru akan dipanggil. Walaupun datang pagi-pagi, tetap saja WNA lain lebih gesit daripada saya. Duduk di dekat layar display nomor antrian tidak membuatnya lebih cpt bergerak. No 21, selang 20 menit giliran 22.. Begitu seterusnya, sampai pada akhirnya, org yang ternyata berasal dari Nigeria mendaratkan pantatnya di tempat duduk sebelah. Percakapan pun terjadi. Saya jadi minder karena bahasa inggrisnya sangat baik dan obrolannya sangat terpelajar. Sebagai ekonom, dia mengetahui segalanya kecuali krisis moneter Indonesia tahun 97 (Suharto oh Suharto, ternyata engkau tidak se-terkenal itu). Tapi dia tetap menang karena dia menyebut "bambang susilo yudosomething" sebagai presiden Indonesia. Diapun menggiring saya untuk membicarakan tentang arsitektur dan sejenisnya, studi master yang akan saya tempuh nanti. Dimenyebutkan beberapa gaya bangunankuno di Oslo. Aih, pintarnya. Namun ketika saya balik bertanya tentang ekonomi, pertanyaan yang saya ajukan hanya tentang krisis di Eropa yang sebenarnya sayapun baru tahu dari suami kemarin2. Saya hanya mengangguk, dan menggumam "yes yes" atau "oh I see" dalam menanggapi jawaban yang saya pun tak sepenuhnya mengerti. Tapi catat, dia sangat senang ketika saya terlihat mengerti dan antusias. Kena tipu dia..

*************

Pengalaman saya disini penuh dengan penantian. Penantian antrian panjang, penantian suami yang suatu saat akan kembali, penantian akan bayi yang lahir, penantian kepulangan ke Indonesia setelah selesai S2. Saya pikir penantian adalah hal yang sekedar menunggu. Tapi ternyata itu adalah perjuangan yang sangat besar. Mungkin sebesar negeri ini.

Sampai saat ini saya masih menanti sendiri, mungkin hanya satu atau dua orang yang akan menyertai. Seperti saat aku ditemani orang asing dari Nigeria.

Oslo why are you so quite..?







Read More.. Read more...

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP