Sebuah cerita singkat wanita itu

>> Sabtu, 26 April 2014

Pada senja di musim semi di kota Edinburgh, seorang wanita melihat seorang pria di depan restoran mewah dari seberang jalan. Dilihat dari penampilannya, pria itu terlihat berkelas. Sebuah coat panjang wool menyelimuti tubuhnya yang tidak begitu tinggi. Kacamatanya mempertegas posisi terpelajarnya. Topi pet motif tartan khas Skotlandia menambah kesempurnaannya penampilannya sebagai pria tampan dari ras kaukasoid.

Langit masih terang, namun berangsur redup. Cahaya matahari mulai larut menyisakan lembayung yang merona. Saat itu bangunan-bangunan bergaya gotik di jantung kota Edinburgh mulai menampakkan gemerlap cahaya lampunya. Suasana senja yang cantik dan romantis menambah rasa sentimentil wanita itu. Ia jatuh cinta pada pemandangan kota dan terlena pada perasaannya. Namun wanita itu tak punya banyak waktu untuk menikmati apa yang ia saksikan. Ia harus bergegas menuju bus yang akan membawanya pulang. Iapun berlalu, melenggang menjauh dari pria di depan restoran. Keesokan harinya, di waktudan tempat yang sama, ia melihat lagi pria di depan restoran. Kali ini ia hanya mengenakan trench coat tipis, dan tidak bertopi. Perpaduan busana yang ia kenakan masih menunjukkan bahwa ia bukan dari golongan proletar. Lalu wanitu itu bertanya-tanya dalam hatinya, sekaya apa dia sampai harus tiap malam makan di restoran mewah? Apakah dia juga sedang menunggu seseorang? Wanita itu hanya bisa bertanya pada hatinya. Telepon genggamnya berdering, iapun sibuk dengan urusannya dan berlalu tanpa memperhatikan sang pria-depan-restoran-mewah.

Hari berikutnya, sang wanita berjalan dengan santai melewati tempat yang sama sekaligus rute nya dari kantor menuju halte bus. Ia berjalan ringan, berbeda dengan hari sebelumnya. Kali ini Ia bagaikan dapat bonus tahunan dari kantornya, atau baru mendapat promosi. Mungkin. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Pria itu lagi. Wanita itu berniat menyebrang lalu berjalan disisi jalan menuju restoran tersebut. Sebelum ia melangkah di atas zebracross, si wanita melihat pria itu menyapa hangat seorang pria dan wanita tua, lalu mempersilahkan keduanya untuk masuk ke restoran. Si wanita urung untuk melanjutkan niatnya walau badanya hampir terdorong arus orang lain yang hendak menyebrang.

Di hari yang lain lagi, yaitu Sabtu, ia tidak melewati jalan yang sama. Namun pria itu tetap ada. Dan kali ini jalanan tidak sibuk. Maka seharusnya ada kemungkinan untuk wanita itu menumpahkan rasa penasarannya untuk mendekat ke depan restoran, dan mungkin bertanya, kamu sedang apa?

Hari Senin yang sibuk, wanita itu tahu kalau ia akan menemukan pria yang sama di depan restauran yang sama. Demi mengklarifikasi penglihatannya atas kemisteriusan pria tersebut, ia menyebrang dan berjalan ke arah restoran.. Punggung si pria sudah tampak. Ya, dia tidak terlalu tinggi. Rambutnya sangat klimis, kemungkinan dia sangat wangi juga. Seiring dengan jarak yang kian dekat, si wanita merasa seperti berjalan di altar gereja. Bergerak perlahan menuju calon pengantin pria yang telah menunggu dengan senyuman teduh dan hangat, siap berjanji untuk setia sehidup semati, sampai ajal menjelang, pun sampai di liang lahat. Wanita itu memperlambat langkahnya dan menikmati sisa kepenasaranannya. Sang pria berbalik, tapi bukan kearahnya. Dia menghilang sejenak tertutup kolom ionian raksasa dari bangunan mewah restoran, lalu muncul lagi dengan memegang gagang sapu. Iapun memulai rutinitas menyapu podium restoran elit tersebut. Di dalam bangunan tampak pria bulat berkumis berjalan keluar menuju ke arahnya, dan menunjuk-nujuk bagian teras restoran yang harus di bersihkan. Sang wanita, berjalan di depan pria tanpa menengok ke arahnya.Namun bola matanya bergulir dan tetap berusaha memperhatikan gerak gerik pria itu. Matanya tidak salah kalau ia tampan, walau ternyata tidak semuda yang ia kira. Ia juga tidak salah menilai kalau baju yang dikenakan adalah baju bagus dan berkelas, walau mungkin itu baju pinjaman. Tapi ia tak menduga kalau pria itu adalah semacam jelmaan Harry Potter yang good-looking dan berkacamata, dan juga punya sapu terbang.

Wanita itu tertawa kecil, berjalan dan berjingkat seperti anak-anak. Jalanan Edinburgh yang ramai di senin sore bagaikan bersorak dan tertawa bersamanya. Bis tingkat yang terkesan mengintimidasi manusia kecil dibawahnya kini bagaikan moster dungu yang tak berkutik di tengah antrian lampu merah. Ia seharusnya sudah tau sejak dulu kalau hidup ini penuh dengan humor yang harus dinikmati.

Read More.. Read more...

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP