catatan kecil hidup (bagian 1)

>> Minggu, 25 Januari 2009

Ini cerita sewaktu aku masih kuliah. Saat semua yang aku lakukan hanya untuk kepentinganku. Uang saku dan fasilitas lain aku dapatkan secara cuma-cuma dari orang tua. Dan hari itu –seperti biasanya– aku berangkat kuliah dengan mobil pribadi. Jalanan yang padat selalu aku keluhkan. Tingkah laku kendaraan lain selalu aku caci. Terhenti akibat lampu merah selalu aku sesali. Dan yang lainnya pun tak luput aku komentari.

Hampir tiga perempat perjalanan sudah aku tempuh. Saat mobil merayap di dekat persimpangan jalan, aku melihat sepasang suami-istri paruh baya sedang bersimpuh di trotoar jalan. Tepat di depan gerbang rumah mewah yang angkuh jalan Cipaganti, Bandung. Sang suami mengusap dadanya dan meringis kesakitan. Sang istri memegangi air mineral kecil sambil sesekali mengelus punggung sang bapak. Mobil pun terus melaju dan pemandangan itupun berlalu.

Hati ini tersentuh, iba, dan tak tega rasanya melihat mereka dalam keadaan demikian. Disaat itu aku sangat berharap ada org lain di belakangku yang menolong mereka. Sungguh liciknya aku. Kuputuskan untuk mengambil jalan memutar di persimpangan berikutnya. Hanya untuk mengecek apakah mereka sudah ditolong oleh orang lain.. ataukah belum..

Jalan searah itu aku lalui lagi. Dan untuk kedua kalinya aku masih melihat pemandangan yang sama. Kali ini sang ibu terlihat sesekali mengusap mukanya. Entah itu menyeka peluh atau air matanya. Akupun sempat lihat penampilan mereka yang sangat sederhana. Sang bapak dengan kaus berkerah yang lusuh, dan celana kantoran yang dilipat karena terlalu panjang. Badannya tidak kurus, namun terlihat lemah dan sakit. Alas kaki sandal jepit busa tampak jelas akibat posisi kakinya yang selonjoran. Sedangkan sang ibu memakai baju terusan bermotif gelap, menyembunyikan badan kurusnya yang makin kurus dengan model baju tersebut. Kerudung di selendangkan apa adanya, tak mampu menutupi raut muka kesusahan mereka. Ya Allah ya Allah..

Setan apa yang merasukiku sampai tega meninggalkan mereka –lagi– begitu saja. Harapan akan ada orang yg datang menolong merekapun kembali muncul. Untuk kedua kalinya juga aku mengambil jalan putar yang sama. Mobil ini membawaku menuju tempat mereka tadi, dan untuk ketiga kalinya aku masih memandang pemandangan yang sama. Dari jarak yang agak jauh, kedua mataku ini menatap sembari pikiranku ini bimbang. Apa yang akan aku lakukan selanjutnya? meninggalkan mereka dengan keadaan itu? sungguh pengecutnya aku. Bagaimana rasanya bila mereka adalah kedua orangtuaku?... kalau begitu aku harus menolongnya.. tapi bagaimana kalau semua ini adalah akting mereka untuk mengundang calon korban sepertiku, yang selanjutnya mereka aksikan tindak kriminal?

Jarak menuju mereka kian dekat. Sampai akhirnya kuputuskan untuk memarkir mobil di depan pintu masuk gerbang rumah itu, secara sembarangan. Saat aku turun, menghampiri, dan mesejajarkan diri dengan mereka, melelehlah air mata sialan ini. Antara iba, takut, curiga, dan juga antusias bercampur tak keruan. Aku belum sanggup bertanya apapun, nafasku terperangkap dalam dada, perasaan ini membuatku hanyut terbawa emosi. Sampai akhirnya kamipun beradu pandang.

“Bu... Bapak kenapa?”

Aku membayangkan pikiran pengendara yang melewat di jalan itu. Apakah mereka akan mengagumi tindakanku, ataukah menuduhku sebagai pelaku tabrak orang? Sudahlah....

“Bu... ada apa?”...................

(bersambung)

Read More.. Read more...

catatan kecil hidup (bagian akhir)

Ternyata sepasang suami-istri malang itu tengah mencari alamat anaknya. Namun tidak berhasil ditemukan. Akhirnya mereka memutuskan pergi ke terminal bis untuk pulang ke Cikarang. Sudah semalam mereka terlantar hanya untuk bertemu anaknya, dan siang ini mereka menyerah karena kehabisan ongkos. Dada bapak itu sering sakit, mungkin sang bapak punya penyakit jantung. Nyeri mendera sang bapak akibat kelelahan karena sudah berjalan sangat jauh untuk mencapai terminal.

Akhirnya aku korbankan mata kuliah jam itu. Mereka menolak untuk diantar ke rumah sakit. Maka tujuanku adalah stasiun KA, karena itu yang paling dekat dengan lokasi dimana aku berada. Di awal perjalanan, aku membisikkan sesuatu kepada Allah SWT. “Kalau saja Engkau mau mengganjar semua dosaku, maka sekaranglah waktu yang Engkau pilih. Balaslah semuanya padaku lewat perantara mereka ya Robbana”. Kepercayaan begitu mahal bagiku. Astagfirullah... Namun setelah itu aku merasa begitu pasrah, tenang, dan ikhlas mengadapi semuanya.

Aku tak terlalu ingat apa yang dibicarakan disepanjang perjalanan. Tak terlalu penting sepertinya. Seringkali aku mengulang pertanyaan. Dijawab dengan jawaban yang sama. Yang pasti saat itu aku menanyakan alamat dan ibu itu menunjukkan KTP nya. Kusimpan KTP itu sementara di tanganku, untuk jaga-jaga kalau.... Astagfirullah. Namun akhirnya suasana kecurigaan bisa memudar. Ku munculkan niat untuk menolong mereka sebaik mungkin. Akan ku pesankan tempat duduk ternyaman, akan kubekalkan mereka dengan makanan, dan akan ku santunkan sebagian uang sakuku.

Sesampai di Stasiun kekecewaan mendera ketika mengetahui bahwa jalur kereta tidak ada yang melewati/setidaknya mendekati tempat tinggal mereka. Belum terpikirkan bagaimana cara mengabari hal ini pada mereka. Dengan cepat kuhampiri mereka yang sedang duduk di ruang tunggu dan –kuharap– mereka merasa lebih nyaman. Dua pasang mata memperhatikan langkahku dengan beribu harapan, tapi membunuh langkahku, mengecilkan jiwa sok penolongku.. hingga akupun berjalan menunduk.

Bu, Pak, keretanya tidak ada... tapi akan saya antar ke terminal....” Aku meneruskan kalimat dengan cepat, tanpa ingin mengecewakan mereka.

Di perjalanan menuju terminal yang cukup jauh, aku melirik kaca spion tengah dan kulihat sang bapak sedang memeluk sebungkus besar roti tanpa isi yang aku beli di stasiun. Kini punggungnya tersandar, rasa sakitnya mereda. Tangan yang satu menggenggam tangan sang istri di sebelahnya. Keadaan ibu itu cenderung duduk di posisi tengah jok belakang, sikapnya tegak dan memperhatikan jalan depan. Seperti orang yang baru pertama kali menaiki mobil. Air mukanya sungguh membuat iba semua orang. Dalam hati aku mengutuk perasaan curiga yang aku tujukan kepada mereka. Menyumpah sifat burukku... Najis... Sangat tidak pantas mencurigai orang tua yang polos dan sedang dilanda kesusahan.

“Ya Allah ada apa dengan hari ini? Engkau memberikan sebuah kejadian yang sangat berharga... Aku percaya Engkau begitu sayang kepadaku, sampai akhirnya Engkau memberiku kesempatan berbuat baik.. Setidaknya aku merasakan bahwa aku cukup baik saat ini. Maaf... Maafkan ya Allah..” .......aku tak bisa menjabarkan seluruh permohonan maaf atas semua kesalahan dan su’udzon yang aku rasakan. Teralu banyak.

Aku jadi teringat akan seseorang yang sering berkata “positive thinking”. Dan aku tersadar bahwa tidak akan ada positive thinking, kalau tidak ada negative thinking.. Apa yang kupertimbangkan adalah ujung keraguanku. Apa yang kuputuskan adalah mufakat dari semua pertentangan. Apa kujalani adalah keikhlasan dari awal yang terpaksa.

Sesampainya di terminal kuparkir mobil, kumatikan mesin, aku bukakan pintu untuk mereka, dan aku papah mereka sampai bis yang dituju.

“Alhamdulillah...”

...SELESAI...


Read More.. Read more...

Iseng-Iseng Ngripiks

>> Senin, 12 Januari 2009

Untuk yang doyan nyemil ato sekedar olah rahang, boleh dicoba menu-menu ASELI BANDUNG berikut ini:



1. Kacang Atom Gurih; tekstur yang sedikit kasar namun renyah bila dimakan.. rasanya gurih menggoda lidah untuk mencoba lagi dan lagi. Bila rasa jenuh datang dikala pekerjaan menghadang, langsung saja raup kacang ini, dan nikmati gurih dari tiap butir kacangnya.

2. Kacang Bandung; kangen cemilan Bandung? kacang dibalut "kulit" yang lezat inilah jawabanya. Pastikan anda mencoba kacang ini bila memang pernah ke Bandung.. yuuuu..!


3. Kripik Kentang; bosan dengan kripik singkong? cobalah kripik kentang yang satu ini! cocok untuk menemani waktu makan siang anda, atau sekedar cemilan sore dalam menunggu waktu pulang kantor. Sekali kriuk, renyahnya dan lezatnya bagaikan 10x kriukkk...

4. Seblak; kripik imut tapi pedas ini sangat cocok bila dimakan dengan mie bakso kuah.. pelengkap semua makanan hangat deh.. Siapkan minum disamping meja anda disaat anda tengah menyantap seblak yang galak ini. shhh...haaahh..!!


5. Planet Wijen; masih ingat dengan film "Planet of the Apes"? uniknya film tersebut sama dengan uniknya cemilan manis ini. Paduan manis isinya, dan gurih wijennya, melengkapi waktu santai anda disaat menonton tv atau minum teh. Dijamin, hidup anda akan semeriah "Planet Hollywood" bo..!!

6. Batagor Pedas Unyil; kecil2 cabe kriting, si unyil yang satu ini emang menggigit pedasnya. untuk mbak2 ato ibu2 yang sedang PMS, kripik ini cocok banget dijadikan "pelampiasan". Dimakan sebagai pelengkap mie kuah?? Nikmaaattt..!


7. Bagelen Manis; masih kangen dengan tamu anda di rumah tapi dia sudah pamit mau pulang? sajikan bagelen manis ini segera! gurihnya butter dicampur gula menambah rasa manisnya percakapan anda dan tamu anda... mmmm... so sweet..

8. Pisang Keju; kudapan yang satu ini beda dengan kudapan sejenis ini. tidak melempem! manis tapi gurih karena keju yang dibalut di sekujur pisang ini. Sensasi WOW!

*untuk pemesanan, hubungi "you know me lah" hehe
*SPECIAL 4 THIS WEEK; MENU PORSI MINI harga terjangkau


Read More.. Read more...

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP