Tendonitis

>> Jumat, 19 Agustus 2011

Doa saya malam ini, Ya Allah sembuhkan pergelangan tanganku.

Semenjak memiliki seorang anak yang imut dan luchu, saya terpaksa excited mengerjakan segala hal mulai dari yang heavy duty (gendong anak) sampai yang cemen (tidur). Mungkin karena intensitas menggunakan tangan sangat tinggi, yang entah bagaimana proses ilmiahnya,akhirnya saya menderita tendonitis atau radang tendon di bagian pergelangan tangan. Pada awalnya sih tangan kiri, tapi tak bisa dipungkiri, kembaran tangan kiri ikut-ikutan bertingkah, sampai pada akhirnya mereka berdua berjamaah menyerangku dengan rasa linu ajep ajep.


Bulan demi bulan berlalu. Karena sudah tidak merasa nyaman dengan rasa sakit, maka sayapun memutuskan untuk pergi menemui dokter. Saya tidak akan menyebutkan nama demi menjaga reputasinya sebagai dokter di Stavanger. Namun yang pasti inisialnya berawal dengan huruf M, lalu A, setelah itu R, I, dan huruf terakhir O. Tiba saatnya saya bertemu dirinya di ruang praktik, diapun bertanya sesuatu yang pada umumnya dilontarkan oleh seluruh dokter di jagad fana ini; “udah makan blooon?”

“ujah joong”

Anyway, saat itu sungguh pemeriksaan yang sangat singkat. Entah karena beduk magrib sudah terdengar atau memang dia dokter versi mie instan, yang pasti dia sama sekali tidak memperhatikan bagian tanganku yang sakit. Sebenarnya saya ingin menyodorkan tangan ini ke hadapannya, tapi takut dikira minta cium tangan. Ya sudahlah akhirnya saya hanya bisa berkeluh kesah tentang kondisiku saat itu.

“Ya kamu kena tendonitis alias radang di tendon gitudeh..”
“Oh..”
“Tapi saya gabisa kasih kamu obat karena kamu masih menyusui.”
“Oh..”
“Gini deh, kamu pake bandage aja, trus jangan angkat yang berat-berat dulu. Kita lihat perkembangannya, kalo memburuk, ntar cini lagi ajah, mungkin kamu harus fisioterapi”

Saya pulang dengan tangan hampa. Benar-benar hampa karena saya tidak membawa obat apapun, dan lagi uang yang saya genggam sudah lenyap bagai ninja untuk membayar biaya dokter. Bisa ditebak, tangan saya tidak membaik.

Bulan demi bulan terus berlalu sampai pada saat saya pindah ke Oslo, tangan ini masih sakit. Sempat menunda-nunda pergi ke dokter untuk yang kedua kalinya karena khawatir mendapat perlakuan yang serupa dengan dokter sebelumnya. Namun karena disini tidak ada dukun tulang atau tukang urut, maka apa boleh buat, saya tetap harus pergi ke dokter. Kemungkinan, saya minta rujukan untuk fisioterapi, yang pastinya membutuhkan biaya lebih banyak. Dokter kali ini berinisial T, lalu O, lalu R, terakhir G. Dari air mukanya dia lebih bisa ramah dan bertenggang rasa terhadap kondisi pasienya. Dari raut mukanya, dia terlihat kedua paling ganteng setelah suamiku. Mungkin dia semuran sama suamiku. Atau lebih tua dikit deh. Tapi jauh lebih tinggi sih, dan rambutnya pirang gitudeh, agak model acak-acakan naruto belah pinggir. Terus kulitnya putih, ya maklumlah orang bule kan emang gitu semua tipenya. Lho kok jadi ngegosip?

Yang saya suka darinya adalah pemeriksaan tangan yang intensif. Dia mengecek bila ada pembengkakan dan lain-lain. Selain itu diapun menjelaskan banyak hal termasuk obat yang akan diberikan kepadaku, yang sepenuhnya aman untuk ibu menyusui. Akhirnya saya pulang -masih- dengan tangan hampa, karena toh tidak membawa belanjaan apapun. Tapi hati ini puas akan penjelasan dari si dokter. Sekarang, saya sedang menunggu reaksi obat yang sebenarnya belum begitu terasa. Tapi mungkin lambat laun akan ada hasilnya, Mudah-mudahan.

Insyaallah.

Adios amigos ngos ngosan.

Read More.. Read more...

Velkommen tilbake, welcome back.

>> Rabu, 17 Agustus 2011

Sudah lama sekali ga nulis blog sampai akhirnya........... brot.

Perkenalkan Zahra, anakku yang lahir ke dunia fana 26 november tahun lalu.



ngiauu..



Makhluk imut dan mulia ini sungguh menggemaskan. Lucunya ga ketulungan. Tapi ada juga saat aku depresi karena tingkah lakunya. Yang pasti, ia mampu mengubah hidupku menjadi lebih “berbakat”. Berikut ini bakat yang berhasil dibentuk oleh anakku sendiri.

1. Bakat nyanyi. Sebelum memiliki anak, saya memang memendam rasa untuk menjadi seorang penyanyi, level studio kamar mandi. Dan sekarang level itu naik menjadi penyanyi studio rumahan. Ya, di ruang manapun kuberada, aku selalu melantunkan nyanyian untuknya. Lama kelamaan cape juga sih. Tapi apa daya, karena keterbatasan gadget pemutar lagu, maka gadget sederhana dengan merek Kenwook Manualiticity Resonansi Daminatilada alias pita suaraku menjadi andalan Zahra dalam menikmati musik sehari-hari. Suka atau tidak, yang pasti dia tak pernah menolakku untuk menyanyikan sebuah lagu. Entah karena dia berusaha menghargai ibunya ataukan dia belum mampu untuk menutup mulutku. Oh, mungkin saja lagu yang kupersembahkan adalah lagu abege 90-an yang easy listening dan mendayu-dayu seperti agung sedayu, sehingga anakku sangat enjoy jolly-jolly. Special thanks to: The Moffatts dan Westlife.

2. Bakat akrobat. Gimana sih rasanya pipis (kadang juga buang ***********) sambil menggendong seorang anak? Gimana posisi membersikan rumah dengan kaki yang selalu dipanjat seorang anak? Gimana posisi menggendong anak yang tidak mau berada di dalam kereta bayi, membawa belanjaan (beras dan popok jumbo), sekaligus mendorong kereta bayi itu sendiri?? Ditambah menyetop bus dan menaikinya. Silahkan kerahkan imajinasi anda.

3. Bakat makan. Kalau yang satu ini sebenarnya aib bakat dari dulu. Tapi setelah kemunculan Zahra, bakat itu semakin menjadi jadi karena aku menjelma bagaikani ayam yang selalu makan remah-remah dan kadang kerikil. Zahra selalu meninggalkan jejak makanan kemanapun rute perjalanannanya (ruang keluarga, kamar, hall, dapur). Dari sini, terbukti tingkat intelektualitasnya sangat tinggi, karena rupanya ia berusaha untuk menandai perjalananya dengan makanan agar ia tidak tersesat. Tapi sang ibu tidak rela lantai rumah kotor. Maka remah-remah yang antara lain, remah roti, pisang, biskuit bayi, intan, dan berlian, selalu disantapnya bagaikan vacum cleaner bernyawa.

Begitulah ceritanya. Mudah-mudahan ada agen Indonesia Mencari Bakat yang tertarik untuk mengorbitkan aku sebagai ibu multitakentut.

Adios bay bay.

Read More.. Read more...

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP