Belajar Bersama Penjajah dan Kaum Terjajah

>> Jumat, 03 April 2009



Road to..



Gambar peta dibawah ini menginspirasikan aku untuk membuat tulisan yang bertemakan “Studi di Belanda, ticket to a global community”. Bukan karena warnanya yang mirip gulali atau bentuknya yang mirip kripik. Tapi ada beberapa faktor lain yang membuatku ingin membahasnya. Inilah dia..

gambar : http://id.wikipedia.org/wiki/Kolonialisme

Fyi, ini adalah peta/keyplan yang menunjukan wilayah kolonialisasi yang terjadi di bumi ini, pada zaman kolonialisme. K-o-l-o-n-i-a-l-i-s-m-e. Satu kata yang mempunyai konotasi negatif yaitu penjajahan yang merebak -bagai baligo caleg- pada kirasan abad 19. Yup, itulah arti lain dari pengembangan kekuasaan sebuah Negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya. Mungkin ini pemicu perebutan kawasan diantara negara-negara yang bertentangan. Mungkin ini yang memancing kita untuk memahami sejarah perkembangan bangsa milik saudara-saudara kita. Mungkin ini awal mula dari era globalisasi, dimana ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia terjadi lewat perdagangan, investasi, budaya, dll. Mungkin ini sebuah jalan untuk belajar ke negeri Belanda.. *lho??

Dalam gambar ini terlihat sangat jelas batas-batas antar wilayah/negara. Bukan itu yang diinginkan oleh sebuah globalisasi. Ia menginginkan suatu batas yang bias, suatu gradasi warna, dimana setiap orang dari berbagai wilayah dapat mengembangkan potensi individu dan komunitasnya di wilayah lain demi tercapainya suatu bumi yang lebih cerdas. Berangkat dari kondisi kolonialisme ini, manusia belajar untuk mengkoreksi kesalahan tersebut dan terus memperbaiki diri hingga (hampir) tercapai kondisi yang diinginkan.

Anyway, aku pernah membaca beberapa artikel tentang Belanda. Negeri yang terlihat setitik oranye pada gambar diatas. Mengapa Negara secuil itu –jika dibandingkan dengan wilayah lain– bisa menguasai beberapa Negara di dunia? Mungkin dahulu dia bersikap netral saat Perang Dunia I dan II, walaupun akhirnya terpaksa terlibat karena menjadi salah satu korban invasi Jerman pada Perang dunia II. Hmm, mungkin saja itu yang membuat Belanda hingga kini netral dan selalu welcome dalam menerima orang / budaya asing dari luar, dan menjadikannya sebagai Negara multikultural yang maju dan menyenangkan.

Berada di lokasi sentral Eropa, Belanda disebut-sebut sebagai “Gateway to Europe”, dimana kebudayaan Jerman, Prancis, British, turut mempengaruhi Negara Belanda. Layaknya sebuah gerbang penerima, Belanda mampu menciptakan sebuah kondisi yang “internasional” lewat masyarakatnya yang sebagian besar menguasai Bahasa Inggris. Bahkan pendidikan di Belanda menggunakan bahasa pengantar Inggris yang diaplikasikan di beberapa subjek kuliah. Hal tersebut tentu memudahkan masyarakat dunia untuk belajar ke negeri kincir tersebut. Dari uraian ini, marilah kita flashback ke zaman dahulu dimana bahasa Belanda dan Jerman hilir mempunyai ciri yang menggolongkan kedua bahasa itu sebagai bahasa Ingvaeonik. Dan ternyata bahasa Inggris dan bahasa Frisia-pun merupakan golongan bahasa Ingvaeonik. Oouuww.. sepertinya itu pula yang menyebabkan warga Belanda menguasai bahasa Inggris.

Bakat “genetis” Belanda yang lihai di bidang ekonomi (perdagangan) sudah tampak pada awal pembentukan VOC abad ke 17. VOC atas nama Belanda seringkali berhasil menduduki beberapa perekonomian negara Hindia Timur yang kaya sumber daya alam. Kini perekonomi Belanda semakin maju dan terbuka. Selain memang Belanda mempunyai bakat kompeni, sikap pemerintah Belanda yang mengurangi keterlibatan di bidang perekonomian turut mendukung globalisasi ekonomi negaranya.

Telah disiratkan bahwa Belanda merupakan Negara yang mudah berakulturasi. Namun bukan berarti Belanda kehilangan identitas dirinya. Bangunan tua bersejarah yang berada disana dijaga dan dirawat dengan baik. Contohnya bangunan Schroder House yang dirancang oleh arsitek Gerrit Rietveld berhasil mendapat penghargaan dari UNESCO atas keberhasilan Belanda dalam mengkonservasi bangunan heritage tersebut. Selain itu tidak mungkin orang tidak mengenal Rembrandt, Vincent Van Gogh, Piet Mondrian, dkk, seniman-seniman Belanda yang karya-karyanya mampu membawa kontribusi bagi dunia seni di dunia. Ehem, jadi ingin ke sana deh..

Beberapa kali saya berhasil menemukan hubungan antara sejarah dengan kondisi yang sekarang. Tak peduli benar atau salah, saya hanya berusaha untuk melihat dari pandangan yang positif dan logis. Bagaimana rasanya bertemu orang-orang yang berasal dari negara yang “berbeda berwarna” seperti gambar diatas dan berkumpul di satu titik yang sangat potensial? (Belanda, -red). Seru karena ternyata teman baru kita adalah penjajah? Atau merasa senasib karena sama-sama “terjajah”? Cukup hingga sebatas fun-chat untuk masalah itu. Kita harus menyadari bahwa hikmah dari perbedaan latar belakang tersebut adalah bertambahnya wawasan kita tentang dunia dan jalinan persaudaraan antar bangsa semakin erat.

Welcome to the world!

2 komentar:

surya_dharma 4 April 2009 pukul 11.00  

Wah, jadi pengen kuliah di Belanda niy..ga nyangka kalo mahasiswa Indonesia yang terbanyak kelima yang kuliah di Belanda

bte, Belanda cuma menjajah Indonesia ya? perasaan dari petanya yang warnanya sama cuma Indonesia ama Belanda...jgn2 saya buta warna...

mudah2an menang nis...

Aricko Khena Kaban 8 April 2009 pukul 15.36  

bikin proposal yuk ah buat belanda supaya mereka ngejajah kita lagi..
lihat bangunan di braga itu, lihat gedung sate itu, lihat jalan ke sumedang itu..bagus semua..ga habis dimakan waktu..tata kota yg bagus dan rapih..lihat pemerintah sekarang..acak kadut..jajah lagilah barang 1-2tahun..pas dijajah suruh si belanda buat2 bangunan ama jalan aja..gausah nyiksa2!hehe..

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP