Dari baju bekas sampai telepon marketing
>> Minggu, 17 Mei 2015
#MovingHouse
#ResilientIndividual
Hari
ini, proyek cicilan packing untuk pindahan awal bulan depan nanti berlangsung
sukses. Sebenarnya yang sukses bukan packingnya, tapi mensortir barang lebih
tepatnya lagi baju-baju. Saya baru sadar, ternyata selama 2 tahun menetap di
rumah ini, ada lebih dari dua kodi pakaian layak yang tidak pernah digunakan
alias mubazir. Mereka haya teronggok di dalam lemari –yang kelihatannya sudah
sesak- dan jarang disentuh. Sebetulnya sejak lama saya memang ingin mensortir
baju-baju itu. Tapi selalu tertunda dengan alasan sayang-lah, bias di mix
match-lah, atau apapun yang bernada kikir dan “hoarder”. Ngomong-ngomong soal
hoarder atau penimbun barang, saya jadi curiga kalau sang penimbun itu
merepresentasikan hidup yang bukan saja tidak dermawan, tapi juga tidak
efisien. Memiliki barang yang hanya diinginkan namun tidak diperlukan.
Menyimpan barang yang tidak bermanfaat bagi dirinya sama dengan menggendong
tuyul kemana-mana. Dosa.
Setelah
menyalurkan berkodi-kodi baju tersebut ke agen penampungan, pandangan terbebas
dari penuhnya lemari, hati ini terasa lebih luas. Pindahan rumah memang momen
untuk mereview barang-barang* (*baca: hidup). Kita dipaksa untuk menghadapi
kenyataan bahwa hidup selama ini itu sumpek, harus dipilih mana yang berguna
dan meninggalkan yang sebaiknya jadi milik orang lain. Ternyata, panjang sekali
nasihat untuk diri sendiri ini.
Di sisi
lain kehidupan pindahan, saya seringkali menerima telepon dari marketing
operator telepon, atau jasa untuk bikin website, atau apapun lah itu. Jika saya
menerima panggilan mereka, saya berusaha untuk tidak berbincang-bincang lebih
dari 2 menit, karena kalau lebih, saya bias tehipnotis dengan rayuan yang
benar-benar maut bagai nasi mawut. Saya pernah terbujuk rayuan mereka untuk
berlanggan jasa iklan untuk website portofolio saya, yang harganya sungguh
tidak murah. Entah mereka yang cerdik atau saya yang bodoh, setelah beberapa
saat telepon ditutup, saya baru menyadari bahwa percakapan itu hanyalah bualan
si marketing dan sayapun terayu tipu daya muslihat ajaib yang menjerumus.
Pindah
rumah kita bisa meninggalkan dan melupakan sesuatu, tapi untuk urusan telepon
marketing, kita adalah sasaran empuk yang tak pernah terlupakan.
0 komentar:
Posting Komentar